Ketua
BPUPKI dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat pada pidato awal sidang pertama BPUPKI,
menyatakan bahwa untuk mendirikan Indonesia merdeka maka diperlukan suatu dasar
negara Indonesia merdeka. Seperti disampaikan oleh Ir Soekarno pada awal pidato
tanggal 1 Juni 1945.
….
Saya akan menetapi permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan
Paduka Tuan Ketua yang mulia ? Paduka Tuan dan Ketua yang mulia minta kepada
sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan Dasar Indonesia Merdeka.
Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini. (Risalah
Sidang, Halaman 63)
Dasar
negara merupakan pondasi berdirinya sebuah negara. Ibarat sebuah bangunan,
tanpa pondasi tentu bangunan itu tidak akan berdiri dengan kukuh. Oleh karena
itu, sebuah dasar negara sebagai pondasi harus disusun sebaik mungkin.
Untuk
menjawab permintaan Ketua BPUPKI ini, maka beberapa tokoh pendiri negara
mengusulkan rumusan dasar negara. Rumusan dasar negara yang diusulkan memiliki
perbedaan satu dengan yang lain. Namun demikian rumusan-rumusan tersebut
memiliki persamaan dari segi materi dan semangat yang menjiwainya.
Gagasan
yang disampaikan berdasarkan sejarah perjuangan bangsa dan dengan melihat
pengalaman bangsa lain. Pandangan yang disampaikan diilhami oleh
gagasan-gagasan besar dunia, tetapi berakar pada kepribadian dan gagasan besar
bangsa Indonesia sendiri.
Usulan
mengenai dasar Indonesia merdeka dalam Sidang Pertama BPUPKI secara berurutan
dikemukakan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Mr.
Mohammad Yamin mengusulkan dasar negara dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei
1945. Dalam mengusulkan rancangan dasar negara Indonesia merdeka, Mr. Mohammad
Yamin menekankan bahwa:
“…
rakyat Indonesia mesti mendapat dasar negara yang berasal daripada peradaban
kebangsaan Indonesia; orang timur pulang kepada kebudayaan timur.”
“…
kita tidak berniat, lalu akan meniru sesuatu susunan tata negara negeri
luaran. Kita bangsa Indonesia masuk yang beradab dan kebudayaan kita
beribu-ribu tahun umurnya.”
Mr.
Mohammad Yamin mengusulkan lima asas dan dasar bagi negara Indonesia merdeka
yang akan didirikan, yaitu:
1.
Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri Ketuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Kesejahteraan Sosial.
Setelah
selesai berpidato, Mr. Mohammad Yamin menyampaikan konsep mengenai asas dan
dasar negara Indonesia merdeka secara tertulis
kepada Ketua Sidang, yang berbeda dengan isi pidato sebelumnya. Asas dan dasar
Indonesia merdeka secara tertulis menurut Mr. Mohammad Yamin adalah sebagai
berikut:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Kebangsaan persatuan Indonesia
3.
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Selanjutnya,
pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo menyampaikan pidatonya tentang dasar
negara. Menurut Mr. Soepomo, dasar negara Indonesia merdeka adalah sebagai
berikut:
1.
Persatuan
2.
Kekeluargaan
3.
Keseimbangan Lahir dan Batin
4.
Musyawarah
5.
Keadilan Rakyat
Mr.
Soepomo juga menekankan bahwa negara Indonesia merdeka bukan negara yang
mempersatukan dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat dan tidak
mempersatukan dirinya dengan golongan yang paling kuat (golongan politik atau
ekonomi yang paling kuat). Akan tetapi, negara mempersatukan diri dengan segala
lapisan rakyat yang berbeda golongan dan paham.
Ir.
Soekarno berpidato pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, Ir. Soekarno
mengemukakan dasar negara Indonesia merdeka. Dasar negara, menurut Ir. Soekarno, berbentuk Philosophische
Grondslag atau Weltanschauung.
Dasar negara Indonesia merdeka menurut Ir. Soekarno adalah sebagai
berikut:
1.
Kebangsaan Indonesia
2.
Internasionalisme atau Peri
Kemanusiaan
3.
Mufakat atau Demokrasi
4.
Kesejahteraan Sosial
5.
Ketuhanan yang Berkebudayaan
Ir.
Soekarno dalam sidang itu pun menyampaikan bahwa kelima dasar negara tersebut dinamakan
Panca Dharma. Kemudian, atas saran seorang ahli bahasa, Ir. Soekarno
mengubahnya menjadi Pancasila. Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila, yaitu nama dari lima dasar negara
Indonesia. Dengan berdasar pada peristiwa tersebut maka tanggal 1 Juni
ditetapkan sebagai “Hari Lahirnya Pancasila”.
Pada
akhir masa persidangan pertama, Ketua BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang
bertugas untuk mengumpulkan usul-usul para anggota yang akan dibahas pada masa
sidang berikutnya (10 s.d 17 Juli 1945). Panitia Kecil yang resmi ini
beranggotakan delapan orang (Panitia Delapan) di bawah pimpinan Soekarno.
Terdiri dari 6 orang wakil golongan kebangsaan dan 2 orang wakil golongan
Islam. Panitia Delapan ini terdiri Soekarno, M. Hatta, M. Yamin, A. Maramis, M.
Sutardjo Kartohadikoesoemo, Otto Iskandardinata (golongan kebangsaan), Ki Bagoes Hadikoesoemo dan K.H. Wachid Hasjim
(golongan Islam).
Panitia
Kecil ini mengadakan pertemuan untuk mengumpulkan dan memeriksa usul-usul menyangkut
beberapa masalah yaitu Indonesia merdeka selekas-selekasnya, Dasar (Negara),
Bentuk Negara Uni atau Federasi, Daerah Negara Indonesia, Badan Perwakilan
Rakyat, Badan Penasihat, Bentuk Negara dan Kepala Negara, Soal Pembelaan, dan
Soal Keuangan.
Di
akhir pertemuan tersebut, Soekarno juga mengambil inisiatif membentuk Panitia
Kecil beranggotakan 9 orang, yang kemudian dikenal sebagai “Panitia Sembilan”.
Panitia Sembilan ini terdiri dari Soekarno (ketua), Mohammad Hatta, Muhammad
Yamin, A.A. Maramis, Soebardjo (golongan kebangsaan), K.H. Wachid Hasjim, K.H.
Kahar Moezakir, H. Agoes Salim, dan R. Abikusno Tjokrosoejoso (golongan
Islam). Pada tanggal 22 Juni 1945,
Panitia Sembilan langsung mengadakan rapat di rumah kediaman Ir.
Soekarno, Jalan Pegangsaan
Timur No. 56,
Jakarta.
Rapat berlangsung alot karena
terjadi perbedaan pandangan
antarpeserta rapat tentang
rumusan dasar negara. Panitia ini bertugas untuk menyelidiki
usul-usul mengenai perumusan dasar negara yang melahirkan konsep rancangan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Konsep
rancangan Pembukaan ini disetujui pada 22 Juni 1945. Oleh Soekarno rancangan
Pembukaan Undang-Undang Dasar ini diberi nama “Mukaddimah”, oleh M.
Yamin dinamakan “Piagam Jakarta”, dan oleh Sukiman Wirjosandjojo disebut “Gentlemen’s
Agreement”.( Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Tim Penyusun,
2012: 35 – 36).
Akhirnya,
disepakati rumusan konsep dasar negara yang tercantum dalam mukadimah
(pembukaan) hukum dasar. Bunyi mukadimah memiliki banyak persamaan dengan
Pembukaan UUD 1945. Bunyi lengkap mukadimah adalah sebagai berikut:
“Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha kuasa, dan dengan
didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian
daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu hukum dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan, dengan berdasar kepada: Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Naskah
mukadimah yang ditandatangani oleh 9 (sembilan) orang anggota Panitia Sembilan,
terkenal dengan nama Piagam Jakarta atau
Jakarta Charter. Mukadimah tersebut selanjutnya dibawa ke sidang BPUPKI
tanggal 10-17 Juli 1945. Pada tanggal 14 Juli 1945, mukadimah disepakati oleh
BPUPKI. Rumusan dasar negara yang termuat dalam Piagam Jakarta, sebagai
berikut:
1.
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.
Persatuan Indonesia, dan
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Belum ada tanggapan untuk "Pengertian Dasar Negara, Anggota Pendiri Negara, Peran Pendiri Negara, dan Perumusan Dasar Negara oleh Pendiri Negara"
Post a Comment