Salam cerdas…..
Dalam membahas masalah ini kita dihadapkan pada dua pokok yang berkaitan erat yaitu: a) Feminesme / kekuasaan / keadilan, b) feminesme keadilan. Feminesme dan kekuasaan. Kedudukan perempuan dalam masyarakat hingga dewasa ini. Perempuan di bawah kekuasaan laki-laki. Hal ini disebabkan karena peranan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat mensubordinasikan perempuan dibawah kekuasaannya. Tentunya hal ini bertentangan dengan hakikat manusia yang dilahirkan sama dan oleh sebab itu kekuasaan laki-laki dan perempuan bertentangan dengan harkat manusia.
Tidak mengherankan apabila berbagai jenis produk kekuasaan telah dihadirkan dari tangan kaum laki-laki. Kekuasaan yang dipegang oleh kaum laki-laki berarti membatasi kemerdekaan perempuan. Pembebasan terhadap kebebasan perempuan bukan hanya membatasi perkembangan pribadi perempuan, tetapi juga pada hakikatnya telah membatasi kemerdekaan perkembangan laki-laki. Bukankah perkembangan pribadi manusia merupakan interaksii antar manusia termasuk interaksi antara perempuan dengan laki-laki. Dengan adanya ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan maka tidak mungkin dapat ditegakkan keadilan. Apa yang dituntut dalam suatu masyarakat manusia adalah kebebasan para anggotanya yang berkeadilan termasuk kebebasan yang penuh bagi para laki-laki dan para perempuan.
Kebebasan yang berkeadilan menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kebebasan yang demikian ialah kebebasan yang berkeadilan artinya, terdapat pembagian kekuasaan yang adil antara laki-laki dan perempuan antara lain karena perbedaan biologis antara keduanya. Keadilan yang sama berarti kesamaan dalam kesempatan dan pemanfaatan sumber-sumber dalam hidup bersama. Dapat saja terjadi keadilan dalam berbagai bidang seperti ekonomi, bidang sosial budaya, bidang politik misalnya dalam hukum-hukum pemilihan umum, tetapi tidak terdapat persamaan dalam pemberian kesempatan yang sama. Dalam pemilu misalnya hak perempuan dan laki-laki sama yang dijamin dalam undang-undang, tetapi dalam penunjukkan wakil-wakilnya ternyata wakil-wakil rakyat didominasi oleh kaum laki-laki. Hal ini berarti dalam kehidupan politik belum terjamin keadilan yang sama antara laki-laki dan perempuan.
Apabila perempuan disubordinasikan dari laki-laki maka hasilnya adalah ketidak berdayaan perempuan sehingga dia hanya merupakan objek eksplotasi laki-laki dalam arti fisik (biologis). Keadaan ini dapat digunakan oleh kaum perempuan secara negatif dengan menggunakan kelemahan laki-laki dalam eksplotasi kamu perempuan. Lahirlah budaya seks yang pada hakikatnya menunjukkan ketidak berdayaan perempuan dan seakan-akan menonjolkan keperkasaan laki-laki yang sebenarnya menunjukkan keterbatasan kaum laki-laki itu sendiri.
Kekuasaan dan Pendidikan. Hubungan antara kekuasaan dan pendidikan sangat erat. Ilmu pengetahuan terutama di abad modern dewasa ini. Menguasai ilmu pengetahuan berarti menguasai sumber-sumber kehidupan lebih-lebih dalam ilmu pengetahuan sosial abad 21. Hal ini menyebabkan kaum perempuan dianaktirikan di dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas. Kaum perempuan sejak didiskriminasikan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan, tempat perempuan bukannya dalam publik tetapi di dalam kehidupan privat, dalam kehidupan keluarga dan bahkan hanya merupakan pajangan bagi kaum laki-laki. Kita mengenal budaya dipingit seperti yang dialami oleh R.A. Kartini. Dia seorang perempuan yang cerdas dan mempunyai pandangan yang jauh ke depan, tetapi budaya memaksa dia untuk mengakhiri pendidikan sekolah dasarnya sampai dia di paksa berumah tangga oleh kedua orang tuanya.
Dewasa ini tentunya budaya-budaya pingitan perempuan atau membuat kaki perempuan kecil seperti dalam kebudayaan cina kuno sehingga perempuan tidak bisa bergerak atau melarikan diri dari suaminya. Dewasa ini pada umumnya perempuan telah diberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sama-sama dengan kaum laki-laki. Hal ini di lihat dalam perkembangan pendidikan nasional yang jumlah siswa laki-laki dan perempuan telah berimbang. Hal telah menunjukkan bagaimana pendidikan nasional di Indonesia telah menembus hambatan-hambatan dikriminasi seks. Kesempatan yang sama untuk meraih ilmu pengetahuan telah dijamin dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan berbagai peraturan lainnya.
Namun, pelaksanaan prinsip kesetaraan yang berkeadilan ternyata “ belum sepenuhnya” terlaksana dalam masyarakat. Misalnya sulit bagian kaum perempuan menduduki jabatan-jabatan strategi dalam masyarakat seperti jabatan presiden, Gubernur, Anggota DPR yang seluruhnya menunjukkan ketimpangan di dalam kesetaraan yang berkeadilan
Belum ada tanggapan untuk "Pelaksanaan Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan"
Post a Comment