Salam cerdas…..
A. Pendahuluan
Bangsa Indonesia telah mengalami berbagai bentuk praktek
pendidikan: praktek pendidikan Hindu, pendidikan Budhis, pendidikan Islam,
pendidikan zaman VOC, pendidikan kolonial Belanda, pendidikan zaman pendudukan
Jepang, dan pendidikan zaman setelah kemerdekaan. Berbagai praktek pendidikan
memiliki dasar filosofis dan tujuan yang berbeda-beda. Beberapa praktek
pendidikan yang telah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia adalah: pendidikan
modern zaman kolonial Belanda, praktek pendidikan zaman kemerdekaan sampai pada
tahun 1965, yang sering kita sebut sebagai orde lama, praktek pendidikan dalam
masa pembangunan orde baru, dan praktek pendidikan di era formasi sekarang.[1] Pada masa orde lama ini, pendidikan
berkembang dengan baik, karena adanya kesadaran pemimpin bangsa untuk
memasukkan bangsa Indonesia.
B. Pembahasan
1. Sistem Pendidikan
Perkembangan pendidikan semenjak mencapai kemerdekaan
memberikan gambaran yang penuh dengan kesulitan. Pada masa ini, usaha penting
dari pemerintah Indonesia pada permulaan adalah tokoh pendidik yang telah
berjasa dalam zaman kolonial menjadi menteri pengajaran. Dalam kongres
pendidikan, Menteri Pengajaran dan Pendidikan tersebut membentuk panitia
perancang RUU mengenai pendidikan dan pengajaran. Hal ini dimaksudkan untuk
membentuk sebuah sistem pendidikan yang berlandaskan pada ideologi Bangsa
Indonesia sendiri.[2]
Praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka sampai tahun
1965 bisa dikatakan banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda. Praktek
pendidikan zaman kolonial Belanda ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan Barat. Diharapkan praktek
pendidikan Barat ini akan bisa mempersiapkan kaum pribumi menjadi kelas
menengah baru yang mampu menjabat sebagai "pangreh praja". Praktek
pendidikan kolonial ini tetap menunjukkan diskriminasi antara anak pejabat dan
anak kebanyakan. Kesempatan luas tetap saja diperoleh anak-anak dari lapisan
atas. Dengan demikian, sesungguhnya tujuan pendidikan adalah demi kepentingan
penjajah untuk dapat melangsungkan penjajahannya. Yakni, menciptakan tenaga
kerja yang bisa menjalankan tugas-tugas penjajah dalam mengeksploitasi sumber
dan kekayaan alam Indonesia. Di samping itu, dengan pendidikan model Barat akan
diharapkan muncul kaum bumi putera yang berbudaya barat, sehingga tersisih dari
kehidupan masyarakat kebanyakan. Pendidikan zaman Belanda membedakan antara
pendidikan untuk orang pribumi. Demikian pula bahasa yang digunakan berbeda.
Namun perlu dicatat, betapapun juga pendidikan Barat (Belanda) memiliki peran
yang penting dalam melahirkan pejuang-pejuang yang akhirnya berhasil melahirkan
kemerdekaan Indonesia.[3]
Pada zaman Jepang meski hanya dalam tempo yang singkat,
tetapi bagi dunia pendidikan Indonesia memiliki arti yang amat signifikan.
Sebab, lewat pendidikan Jepang-lah sistem pendidikan disatukan. Tidak ada lagi
pendidikan bagi orang asing dengan pengantar bahasa Belanda. Satu sistem
pendidikan nasional tersebut diteruskan se telah bangsa Indonesia berhasil
merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda. Pemerintah Indonesia berupaya
melaksanakan pendidikan nasional yang berlandaskan pada budaya bangsa sendiri.
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk menciptakan warga negara yang sosial,
demokratis, cakap dan bertanggung jawab dan siap sedia menyumbangkan tenaga dan
pikiran untuk negara. Praktek pendidikan selepas penjajahan menekankan
pengembangan jiwa patriotisme. Dari pendekatan "Macrocosmics", bisa
dianalisis bahwa praktek pendidikan tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, baik
lingkungan sosial, politik, ekonomi maupun lingkungan lainnya. Pada masa ini,
lingkungan politik terasa mendominir praktek pendidikan. Upaya membangkitkan
patriotisme dan nasionalisme terasa berlebihan, sehingga menurunkan kualitas
pendidikan itu sendiri.[4]
Sesudah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,
terjadi perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat Indonesia. Pada waktu zaman
kolonial Belanda adanya diskriminasi sebagai ciri pokoknya menempatkan bangsa
Belanda sebagai warga negara kelas satu, kemudian timur asing dan yang terakhir
adalah golongan pribumi Indonesia. Struktur itu berubah lagi setelah zaman
pendudukan Jepang tingkatannya meliputi kelas 1 adalah orang Jepang, Pribumi
Indonesia kelas 2, dan Timur Asing dan Indo menjadi warga negara kelas 3. Setelah
Indonesia merdeka diskriminasi yang pernah dilakukan oleh kolonial Belanda
maupun Jepang dihapuskan. Indonesia tidak mengadakan perbedaan perlakuan
berdasarkan ras, keturunan, agama, atau kepercayaan yang dianut warga
negaranya. Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Namun, di
sana-sini masih terdapat sisa-sisa semangat diskriminasi dari zaman penjajahan
yang harus kita lenyapkan.[5]
Tetapi zaman permulaan yang penuh semangat kebangsaan
dalam menghadapi musuh dari luar, seperti ancaman Belanda yang masih selalu
berusaha kembali ke Indonesia bersama NICA, juga mulai masuk musuh dari dalam
yang berbentuk pengaruh ideologi Komunis. Akhirnya PKI menjadi partai politik
yang terbesar dan terkuat. Pengaruh ini mulai masuk ke dalam parpol seperti PNI
dengan mengubah namanya menjadi Marhaenism dari PNI menjadi Marxisme yang
diterapkan dalam kondisi Indonesia.[6]
Ke dalam dunia pendidikan, pengaruh ideologi kiri masuk
melalui pengangkatan Menteri PP dan K Prof. Dr. Priyono dari partai kiri Murba.
semangat bergulirnya pemikiran dari tokoh pendidikan klasik seperti:[7]
a. Ki Hajar Dewantoro
Ki Hajar Dewantoro
adalah Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yang banyak mengkonsep sistem
pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan. Visi, misi dan tujuan
pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantoro adalah bahwa pendidikan sebagai
alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat dan kemajuan umat manusia
secara universal. Sehingga mereka mampu berdiri kokoh sejajar dengan
bangsa-bangsa lain yang telah maju dan tetap berpijak kepada identitas dirinya
sebagai bangsa yang telah memiliki peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan
bangsa lain.
Selanjutnya Ki Hajar
Dewantoro juga menginginkan agar pendidikan yang diberikan kepada bangsa
Indonesia adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman, yaitu pendidikan
yang dapat membawa kemajuan bagi peserta didik. Ungkapan ini merupakan respon
dari adanya pendidikan yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada rakyat
kita, yaitu pendidikan yang mengajarkan hal-hal yang sulit dipelajari tetapi
tidak berfungsi untuk masa depan.
b. Hasyim Asy’ari
Gagasan Hasyim Asy’ari
adalah bahwa untuk berjuang mewujudkan cita-cita nasional termasuk dalam bidang
pendidikan, diperlukan wadah berupa organisasi pada tahun 1926 ia mendirikan
Jam’iyah Nahdlatul Ulama, dalam organisasi ini Hasyim Asy’ari berjuang membina dan
menggerakkan masyarakat melalui pendidikan. Beliau juga mendirikan pondok
pesantren sebagai basis pendidikan dan perjuangan melawan Belanda.
c. K.H. Ahmad Dahlan
Selain itu, Ahmad Dahlan
juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang diperlukan untuk mencapai kehidupan dunia. Oleh karena itu,
pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat
dimana siswa itu hidup. Dengan pendapatnya yang demikian itu, sesungguhnya
Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan
yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan
perkembangan zaman.
Ahmad Dahlan sadar,
bahwa tingkat partisipasi muslim yang rendah dalam sektor-sektor pemerintahan
itu karena kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi muslim untuk
masuk. Berkaitan dengan kenyataan serupa ini, maka Ahmad Dahlan berusaha memperbaikinya
dengan memberikan pencerahan tentang pentingnya pendidikan yang sesuai
perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan masalah ini Ahmad
Dahlan mengutip ayat 13 surat al-Ra’d yang artinya: Sesungguhnya Tuhan tidak
akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri
mereka.
Upaya mewujudkan visi,
misi dan tujuan pendidikan sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan lebih
lanjut melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikannya. Salah satu kegiatan
atau program unggulan organisasi ini adalah bidang pendidikan. Sekolah
Muhammadiyah yang pertama berdiri satu tahun sebelum Muhammadiyah sebagai
sebuah organisasi berdiri. Pada tahun 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah
madrasah yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum muslimin terhadap
pendidikan agama dan pada saat yang sama bisa memberikan mata pelajaran umum.
Indonesia di era Soekarno (Orde
Lama), merupakan negara yang sarat dengan cita-cita sosialisme. Cita-cita
sosialisme ini termasuk juga dalam bidang pendidikan. Statuta Universitas
Gadjah Mada (UGM) tahun 1951 sangat tegas menyatakan bahwa tujuan UGM adalah
menyokong sosialisme pendidikan. Namun pada tahun 1992, di bawah kekuasaan Orde
Baru, statuta ini diganti dengan banyak perubahan pada isinya di mana salah satu
perubahannya adalah menghilangkan pasal mengenai tujuan menyokong sosialisme
pendidikan Indonesia. Indonesia pada era tersebut sangat mendukung pendidikan
sebagai satu alat akselarasi masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur
sesuai cita-cita UUD 1945. Indonesia bahkan mampu mengekspor guru ke negara
tetangga, menyekolahkan ribuan mahasiswa ke luar negeri, dan menyebarkan
mahasiswa-mahasiswa ke seluruh penjuru negeri untuk mengatasi buta huruf. Tahun
1960-an terjadi peningkatan luar biasa perguruan-perguruan tinggi yang
sekaligus berarti peningkatan jumlah mahasiswa dan pelajar di seluruh negeri.
Tenaga-tenaga pengajar diupah dengan layak, bahkan menjadi primadona pekerjaan
bagi rakyat. Semangat antikolonialisme setelah lepas dari kolonialisme Belanda
dan Jepang diejawantahkan dengan semangat membangun sosialisme, termasuk dalam
hal pendidikan. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk
belajar di perguruan tinggi atau sekolah. Diskriminasi dianggap sebagai
tindakan kolonialis (seperti dilakukan kolonial Belanda).[8]
Orde Lama merupakan satu fase yang
mirip dengan fase pascarevolusi demokratik di Prancis pada 1789. Saat itu di
mana-mana muncul semangat egalitarianisme yang mengejawantah dalam masyarakat.
Panggilan-panggilan terhadap orang, baik yang sudah berumur maupun belum,
disamaratakan dengan sebutan “bung”. “Bung” merupakan pengganti sebutan orang yang tidak
mengenal strata kelas, status, dan umur. Semangat ini merupakan refleksi
masyarakat terhadap kolonialisme yang membuat masyarakat berkasta-kasta
berdasarkan warna kulit, agama, dan asal daerah. Inilah orde di mana semua
orang merasa sejajar, tanpa dibedakan warna kulit, keturunan, agama, dan
sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan. Orde Lama berusaha membangun
masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan
kewajiban antara sesama warga negara termasuk dalam bidang pendidikan. Inilah
amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional
adalah mencerdaskan bangsa. Di dalam kampus muncul kebebasan akademis yang luar
biasa, ditandai dengan fragmentasi politik yang begitu hebat di kalangan
mahasiswa. Mahasiswa bebas beroroganisasi sesuai dengan pilihan atau
keinginannya. Kebebasan berpendapat, memang sempat muncul juga pembredelan pers
oleh Soekarno, namun relatif lebih baik dibandingkan masa Orde Baru yang pada
suatu waktu (setelah peristiwa demonstrasi mahasiswa 1978) pernah membredel 15
media massa sekaligus. Inilah salah satu era keemasan bagi gagasan
dan ilmu pengetahuan di Indonesia.[9]
2. Kurikulum
Kurikulum
adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara
pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta
pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata
pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang
pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut. Lama waktu dalam satu
kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan
yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan
menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara
menyeluruh.[10]
Berbagai kurikulum yang mewarnai dunia pendidikan di
Indonesia masa orde lama adalah:
a.
Rencana Pelajaran 1947. Kurikulum
pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan
(dalam bahasa Belanda) artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang
curriculum (bahasa Inggris). Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana
Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950.
b. Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952.[11]
3.
Pendidikan Islam
Pada awal kemerdekaan,
pemerintah dan bangsa Indonesia mewarisi sistem pendidikan dan pengajaran yang
dualisme, yaitu sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum
bercorak sekuler, tak mengenal ajaran agama, yang merupakan warisan dari
pemerintah kolonial Belanda dan sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang
tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Islam sendiri. Kedua sistem pendidikan
tersebut sering dianggap saling bertentangan serta tumbuh dan berkembang secara
terpisah satu sama lain.
Badan Pekerja
Komite Nasional Pusat (BPKNP) mengusulkan “hendaknya diadakan satu macam
sekolah untuk segala lapisan masyarakat atau mengintegrasikan kedua sistem
pendidikan warisan budaya bangsa tersebut”, yaitu pemberian pengajaran
agama secara teratur dan seksama di sekolah-sekolah yang bersifat sekuler dan
netral terhadap agama serta bercorak kolonial. Sehingga menjadi sekolah-sekolah
yang bersendi agama dan kebudayaan bangsa, sebagaimana dikehendaki oleh pendiri
bangsa dan negara ini. Sedangkan pemberian tuntunan dan bantuan kepada madrasah
dan pesantren-pesantren dimaksudkan agar lembaga pendidikan Islam mampu
meningkatkan usaha dan peran sertanya sebagai alat pendidikan dan pencerdasan
kehidupan bangsa serta mampu berkembang dan mengadakan pembaharuan secara
terintegrasi dalam satu pendidikan nasional.[12]
Kenyataan yang demikian
timbul karena kesadaran umat Islam yang dalam, setelah sekian lama terpuruk di
bawah kekuasaan penjajah. Sebab pada zaman penjajahan Belanda pintu masuk
pendidikan modern bagi umat Islam terbuka secara sangat sempit. Dalam hal ini, minimal ada dua hal
yang menjadi penyebabnya, yaitu:
a. Sikap dan
kebijakan pemerintah kolonial yang amat deskriminatif terhadap kaum muslimin.
b. Politik non
kooperatif para ulama terhadap Belanda yang memfatwakan bahwa ikutserta dalam
budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk
penyelewengan agama. Mereka berpegangan pada salah satu hadist nabi Muhammad
saw yang artinya “barang siapa menyerupai suatu golongan, maka ia termasuk ke
dalam golongan itu” hadis tersebut melandasi sikap para ulama pada waktu itu.[13]
Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah
tetap membina pendidikan agama. Khusus untuk mengelola pendidikan agama yang
diberikan di sekolah-sekolah umum tersebut, maka pada bulan Desember 1946,
dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama
pada sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta), yang berada di bawah kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. [14]
Maka sejak itulah terjadi dualisme (dikhotomi) pendidikan
di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak,
Departmen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah
agama maupun di sekolah-sekolah umum. Di
pihak lain, pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengelola pendidikan
pada umumnya dan mendapatkan kepercayaan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional. Kejadian seperti ini sempat
dipertentangkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan pendidikan
agama terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan pendidikan
agama khususnya Islam, terpisah dari pendidikan.[15]
Selanjutnya pendidikan agama diatur secara khusus dalam
UU Nomor 4 tahun 1950 pada BAB XII Pasal 20, yaitu:
a. Dalam
sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan
apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
b. Cara
menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bersama-sama
dengan Menteri Agama.[16]
Pada tahun 1958,
pemerintah mendorong untuk mendirikan madrasah negeri dengan ketentuan
kurikulum 30% pelajaran agama dan 70% untuk pelajaran umum.[17]
Dalam perkembangannya, kurikulum pendidikan agama dari waktu-kewaktu senantiasa
mengalami perubahan seiring dengan kemajuan zaman. Semua ini dilakukan adalah
dengan tujuan peningkatan kualitas pendidikan agama di lembaga pendidikan agama
dan menghilangkan pengaruh dikotomi dalam dunia pendidikan Islam selama ini di
Indonesia.
Menyangkut upaya membangun
pendidikan Islam secara terpadu untuk mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya. Pendidikan Islam di beberapa negara Islam yang mayoritas penduduknya
beragama Islam termasuk Indonesia tidak lebih dari duplikasi terhadap
pendidikan di negara negara Barat sekuler. Dengan demikian produk sistem
pendidikan Barat tidak mungkin menjadi atau berupa alternatif. Karena itu,
tantangan yang mendasar bagi pendidikan Islam saat ini adalah mencari sistem
pendidikan alternatif sebagai sintesa dari berbagai sistem pendidikan yang
pernah ada. Bagaimana wujud sintesa tersebut yaitu perlunya pendidikan Islam
yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif seimbang dengan segi kognitif,
serta memadukan secara harmonis pendidikan formal, non formal dan informal.
C. Kesimpulan
Pada masa orde lama ini, pendidikan berkembang dengan
baik, karena adanya kesadaran pemimpin bangsa untuk memasukkan bangsa Indonesia
sesuai amanah UUD 1945. meskipun praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka
sampai tahun 1965 bisa dikatakan banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan
Belanda. Praktek pendidikan zaman kolonial Belanda ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan Barat.
Oleh :
Hasanusi
[1]Anonim, Sistem Pendidikan
Pada Masa Orde Lama, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/
sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama.html, (diakses, 9 desember
2010).
[2]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/
sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama.html, (diakses, 9 desember
2010).
[3]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/
sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama.html, (diakses, 9 desember
2010).
[4]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/
sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama.html, (diakses, 9 desember
2010).
[5]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/
sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama.html, (diakses, 9 desember
2010).
[6]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/
sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama.html, (diakses, 9 desember
2010).
[7]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/
sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama.html, (diakses, 9 desember
2010).
[8]Willy Aditya, Membanding Sistem Pendidikan Indonesia Dan
Kuba, (Jakarta: Voice of Human Rights News Centre, 2007) dan http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid
=4864&lang= (diakses, 9 Desemer 2010)
[9]Willy Aditya, Membanding Sistem Pendidikan Indonesia Dan
Kuba, (Jakarta: Voice of Human Rights News Centre, 2007) dan http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid
=4864&lang= (diakses, 9 Desemer 2010)
[10]Anonim, “Kurikulum Pendidikan
di Indonesia”, http://andibagus. blogspot. com/2008/03/
kurikulum-pendidikan-di-indonesia.html, 9-12-2010
[11]Anonim, “Kurikulum Pendidikan
di Indonesia”, http://andibagus. blogspot. com/2008/03/
kurikulum-pendidikan-di-indonesia.html, 9-12-2010
[12]Muhaimin, Wacana
Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 83
[13]H.A. Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam
Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, (Jakarta: Rajawali, 1984), hal. 6.
[14]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di
Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995), hal. 76.
[15]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di
Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, hal. 76-77.
[16]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di
Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, hal. 77.
[17]Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban
Islam Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 129.
Belum ada tanggapan untuk "Makalah Sejarah Pendidikan Islam Indonesia Pada Masa Orde Lama"
Post a Comment