Unsur Fisik
Unsur fisik meliputi diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, rima dan ritma, serta tata wajah.
a. Diksi (Pemilihan Kata)
Kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat cermat. Kata-kata tersebut merupakan hasil pertimbangan, baik makna, susunan bunyinya maupun hubungan kata itu dengan kata-kata lain dalam baris dan baitnya.
Kedudukan kata-kata dalam puisi sangat penting. Kata-kata ini harus bersifat konotatif sehingga maknanya dapat lebih dari satu. Kata-kata yang dipilih, hendaknya, bersifat puitis, yang mempunyai efek keindahan. Bunyinya pun harus indah dan memiliki keharmonisan dengan kata-kata lainnya.
b. Pengimajian
Pengimajian dapat didefinisikan sebagai kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi. Dengan daya imajinasi tersebut, pembaca seolah-olah merasakan, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair.
Perhatikan cuplikan puisi berikut:
“Kehilangan Mestika”
Sepoi berhembus angin menyejuk diri
Kelana termenung merenung air
lincah bermain ditimpa sinar
Hanya sebuah bintang
kelap kemilau
tercampak di langit tidak berteman
Hatiku-hatiku
belum juga sejuk dibuai bayu
girang beriak mencontoh air
Atau laksana bintang biarpun sunyi
tetap bersinar berbinar-binar
petunjuk nelayan di samudera lautan
(Aoh Kartahadimadja)
Dalam pelajaran ini, Anda akan belajar menjelaskan makna idiomatik dan mengungkapkan unsur intrinsik dalam puisi. Tujuan pelajaran ini adalah agar Anda dapat menemukan diksi, majas, tema, amanat, nada, dan suasana dalam puisi tersebut. Kemudian, Anda dapat menyimpulkan pesan yang tersirat dalam puisi tersebut.
Penyair dalam puisi ini menggambarkan gerak alam seperti hembusan angin, permainan air, bintang bersinar. Dengan penggambaran yang cukup jelas itu, pembaca seakan-akan ikut menyaksikan girang dan kemilaunya suasana alam, serta merasakan keadaan hati kelana yang tengah bersedih.
c. Kata Konkret
Untuk membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus dikonkretkan atau diperjelas. Jika penyair mahir mengonkretkan kata-kata, pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan penyair dan dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan penyair.
Perhatikan contoh cuplikan puisi yang berjudul "Gadis Peminta-minta" di bawah ini:
“Gadis Peminta-minta”
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kataku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur solok
Hidup dari, kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira ria kemanjaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-Iintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
(Toto Sudarto Bachtiar)
Untuk melukiskan bahwa gadis dalam puisi ini benar-benar seorang pengemis gembel, penyair menggunakan kalimat gadis kecil berkaleng kecil. Penggambaran ini lebih konkret daripada hanya menggunakan kalimat gadis peminta-minta atau gadis miskin. Untuk melukiskan tempat tidur pengap di bawah jembatan yang hanya dapat digunakan untuk menelentangkan tubuh, penyair menulis pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok.
Untuk mengkonkretkan dunia pengemis yang penuh kemayaan, penyair menulis hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan, gembira ria kemanjaan serta riang. Untuk mengonkretkan gambaran tentang martabat gadis itu yang sama tingginya dengan martabat manusia lainnya, penyair menulis duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral.
d. Bahasa Figuratif (Majas)
Majas (figurative language) adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkannya dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar gambaran benda yang dibandingkan itu lebih jelas.
Misalnya, untuk menggambarkan keadaan ombak, penyair menggunakan majas personifikasi berikut:
Risik risau ombak memecah di pantai landai buih berderai
Dalam cuplikan puisi tersebut, ombak digambarkan seolah-olah manusia yang dapat risik dan memiliki rasa risau. Majas seperti ini menjadikan puisi lebih indah. Perhatikan, misalnya, untaian kata-kata di pantai landai/buih berderai. Kata-kata itu tampak indah (puitis) dengan digunakannya persamaan bunyi /a/ dan /i/.
Sumber: PDS H.B Jassin
Kedalaman rasa ketuhanan tampak dalam pemilihan kata, ungkapan, lambang, dan kiasan-kiasan yang digunakan penyair. Unsur-unsur tersebut menunjukkan betapa erat hubungan antara penyair dan Tuhan. Puisi itu juga menunjukkan keinginan penyair agar Tuhan mengisi seluruh kalbunya. Tentang besarnya cinta, kerinduan, dan kepasrahan penyair akan Tuhannya, dapat kita rasakan secara nyata dalam sajak ini.
e. Rima dan Ritma
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Rima menjadikan puisi lebih indah. Di samping itu, rima pun menjadikan makna lebih kuat. Contoh rima adalah: Dan angin mendesah/mengeluh mendesah. Di samping rima, dikenal pula istilah ritma, yang artinya pengulangan kata, frase, atau kalimat dalam bait-bait puisi.
f. Tata Wajah (Tipografi)
Tata wajah (tipografi) merupakan pembeda penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-Iarik puisi tidak berbentuk paragraf, namun berbentuk bait. Dalam puisi-puisi kontemporer, seperti karya-karya Sutardji Calzoum Bachri, tipografi dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata.
Thx infonya
ReplyDeleteOkk sip, same2
Deletekerad juga
ReplyDelete