Masalah
yang menjadi salah satu pembahasan ulama ketika saat akan puasa dan lebaran
adalah terbitnya hilal Ramadhan dan hilal Hari Raya Idul Fitri di suatu wilayah
(hilal merupakan petunjuk kapan waktu di mulainya puasa atau di akhirinya puasa
ramadan).
Yang
menjadi pertanyaan, apakah wilayah yang belum melihat hilal harus mengikuti puasa Ramadhan terhadap
wilayah yang sudah melihat hilal?
Dengan
kata lain perbedaan tempat munculnya hilal tidak mempengaruhi perbedaan memulai
puasa atau lebaran. Sehingga apabila suatu wilayah telah melihat hilal, wilayah
lain berpedoman pada penglihatan hilal di wilayah itu.
Misalnya
para ahli ru’yah dan hisab di Mekkah dalam menentukan awal Ramadhan di akhir
bulan sya’ban telah melihat hilal, sedangkan di derah lain belum melihat hilal
pada hari yang sama. Dengan ru’yah tersebut pemerintah Arab Saudi mengumumkan
bahwa puasa di mulai keesokan harinya.
Berdasarkan
ru’yah di Mekkah ini, timbul pertanyaan apakah muslim di daerah lain harus
mengikuti penglihatan ru’yah dan hisab di Arab Saudi untuk ikut berpuasa
keesokan harinya?
Dalam
hal ini Ulama Fiqih mengakui tidak dapat di pungkiri bahwa munculnya hilal di
setiap wilayah waktunya berbeda-beda. Apa lagi daerah itu berjauhan seperti Mekkah
dengan Indonesia.
Rasulullah
SAW bersabda, “jika engkau melihat (hilai) bulan (Ramadhan), berpuasalah, dan
jika engkau melihat (hilal) bulan
(Syawal), berbukalah,” (HR AL-BUKHARI dan MUSLIM dari IBNU UMAR RA).
Secara
umum hadits ini menunjukkan siapa saja yang melihat hilal, kaum muslimin wajib
mengikuti ru’yah tersebut, karna mengacu pada lafal yang bermkana “engkau”
dalam hadits tersebut di artikan dengan seluruh umat Islam ang akan berpuasa.
Tapi
para Ahli Fiqih tidak sepakat tentang penafsiran tersebut, karna menurut Jumhur
Ulama Fiqih, hadits ini lebih menunjukkan geografis orng yang melihat ru’yah, bukan
utuk seluruh umat Islam. Maka apabila di suatu daerah sudah ada oarang yang
melihat hilal, mereka wajib memulai puasa
atau mengakhiri puasa (lebaran). Sedangkan umat Islam di daerah lain
menunggu sampai mereka melihat hilal. Dan apabila mereka tidak juga melihat
hilal maka mereka menyempurnakan bilngan bulan Sya’ban sampai 30 hari
(istikmal), kemudian esoknya berpuasa.
Dengan
ini timbul pula pertanyaan lain, bagaimana bila wilayah tersebut luas dan di
pimpin oleh satu Kepala Negera seperti Indonesia? Dengan ini Jumhur Ulama menyatakan
sekalipun berjauhan jika Kepala Negara sudah mengumumkan di mulai puasa dengan
ru’yah yang telah dilakukan di daerah kekuasaannya, seluruh umat Islam di Negara
tersebut wajib mengikutinya.
Tetapi
terlepas dari persoalan ini, kita sebagai umat Muslim tetap harus menjaga
persatuan. Jangan jadi masalah,
perbedaan di mulai dan di akhirinya puasa Ramadhan. Yang terpenting kita
tingkatkan ibadah kita di bulan Ramadhan
yang akan datang ini.
Belum ada tanggapan untuk "Apakah Hari Raya Idul Fitri Sedunia Terjadi Secara Serentak?"
Post a Comment