Salam
cerdas…..
Ayo
kita bangun kesadaran berkonstitusi!
Dalam
Sidang Pertama BPUPKI, Mr. Moh. Yamin menyatakan, “Rakyat Indonesia mesti
mendapat dasar negara yang berasal dari peradaban kebangsaan Indonesia; orang
Timur pulang ke kebudayaan timur, ...kita tidak berniat, lalu akan meniru
sesuatu susunan tata negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk yang beradab
dan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya.”
Dengan
kedalaman pemikiran serta kesadaran akan nilai kebangsaan, para pendiri negara
menyepakati dasar negara Indonesia merdeka adalah Pancasila. UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dijadikan sebagai konstitusi negara dan hukum
dasar negara. Tata penyelenggaraan negara dan bernegara mesti didasarkan
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai warga negara,
sudah semestinya kalian memahami konstitusi negara. Menumbuhkan kesadaran akan
pentingnya konstitusi bagi warga negara Indonesia harus dimulai sejak muda.
Pada bab ini, kalian akan mempelajari lebih jauh tentang kesadaran
berkonstitusi.
A.
Perumusan dan
Penetapan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
1.
Perumusan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Tahukah
kalian, apa itu konstitusi? Coba kalian baca pengertian konstitusi berikut ini.
Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis
yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis yang juga
disebut Konvensi. Undang-Undang Dasar menempati tata urutan peraturan
perundang-undangan tertinggi dalam negara. Undang-Undang Dasar biasanya
mengatur tentang pemegang kedaulatan, struktur negara, bentuk negara, bentuk
pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan, dan berbagai lembaga
negara serta hak-hak rakyat.
Sesuai
dengan rumusan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”. Pasal tersebut dimaksud memuat paham
konstitusionalisme. Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada
konsititusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar.
Dengan demikian, Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum tertinggi yang
menjadi pedoman dan norma hukum yang dijadikan sumber hukum bagi peraturan
perundangan yang berada di bawahnya.
Ketika
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Republik Indonesia belum memiliki
Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
ditetapkan oleh PPKI pada hari Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari setelah
Proklamasi.
Nah,
cobalah kalian rumuskan beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan perumusan
Undang-Undang Dasar di Indonesia. Pertanyaan kalian dapat diarahkan pada
persoalan- persoalan, seperti: lembaga perumus, waktu perumusan, keanggotaan
lembaga perumus, tahapan perumusan, dan hasil rumusan.
Pembahasan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan dalam sidang
BPUPKI, sidang pertama pada 29 Mei-1 Juni 1945 kemudian dilanjutkan pada sidang
kedua pada 10-17 Juli 1945. Dalam sidang pertama dibahas tentang dasar negara
sedangkan pembahasan rancangan Undang- Undang Dasar dilakukan pada sidang yang
kedua.
Pada
sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, setelah dibuka oleh ketua dilanjutkan
dengan pengumuman penambahan anggota baru, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin
Natanegara, Surio Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Kemudian Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia
Kecil melaporkan hasil kerjanya, bahwa Panitia Kecil telah menerima
usulan-usulan tentang Indonesia merdeka yang digolongkannya menjadi sembilan
kelompok, yaitu: usulan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya, usulan
mengenai dasar negara, usulan tentang unifikasi atau federasi, usulan tentang
bentuk negara dan kepala negara, usulan
tentang warga negara, usulan tentang daerah, usulan tentang agama dan negara,
usulan tentang pembelaan negara, dan usulan tentang keuangan.
Ketika
akan mengambil pemungutan suara untuk menentukan bentuk negara, para pendiri
negara diliputi suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab,
toleransi, dan religius sebagaimana tergambar dalam dialog di bawah ini
(Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:125-127) “...
Anggota
MOEZAKIR:
Saya
mohon dari Tuan-tuan anggota sekalian!
Oleh
karena kita menghadapi saat yang suci, baiklah kita mengheningkan cipta, supaya
janganlah hati kita dipengaruhi oleh sesuatu hal yang tidak suci, tetapi dengan
segala keikhlasan menghadapi keputusan tentang bentuk negara yang akan
didirikan, dengan hati yang murni, yang tidak terpengaruh oleh sesuatu maksud
yang tidak suci. Oleh karena itu, saya mohon kepada paduka Tuan-tuan sekalian,
sukalah Tuan-tuan berdiri di hadapan hadirat Allah Subhanahuwataala untuk
meminta doa.
Ketua
RADJIMAN:
Usul
itu kita turuti dan saya minta marilah kita mengheningkan cipta, supaya
mendapat pikiran yang suci dan murni dalam pemilihan.
Rapat
meminta doa dengan pimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo yang membacakan Fatihah.
Sesudah itu diadakan pemungutan suara.
Anggota
DASAAD:
Tuan
Ketua, kami sudah mengetahui, bahwa ada 64 stem. Yang memilih republik, ada 55
stem, kerajaan 6, lain-lain 2 dan belangko 1.
Ketua:
Saya
mengucapkan terima kasih atas pekerjaan komisi. Anggota sekalian sudah
mendengar, bahwa telah dipilih oleh sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai yang kedua
kali ini, yang melahirkan 64 stem, ialah yang 55 republik, 6 kerajaan, 1
belangko dan 2 lain-lain. Jadi, semuanya ada 64.
Sudah
ada ketetapan dalam waktu ini, nanti
kita membuat pelaporan yang sejelas-jelasnya.
Anggota
SOEKARNO:
Jadi,
putusan Panitia itu republik?
Ketua
RADJIMAN:
Sudah
terang republik yang dipilih dengan suara terbanyak. Sekarang saya minta
beristirahat. ....”
Semangat
nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat nyata dalam perbincangan dalam
Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 ketika membahas masalah wilayah
negara. Semangat tersebut, antara lain dikemukakan oleh beberapa tokoh berikut
ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:132- 144).
Anggota
MOEZAKIR:
....
Maka apabila bangsa Indonesia pada masa ini mempunyai ketinggian kehendak dan
kemauan, dan menjunjung tinggi apa yang angan-angankan, hendaklah sanggup pula
mengakui bahwa tanah Melayu itu sebagian dari tanah air kita.... tanah Papua
itu pula menjadi sumber kekayaan kita. Janganlah sumber kekayaan, yang
diwariskan oleh nenek moyang kita hilang dengan sia-sia belaka. Oleh karena
itu, saya setuju, bahwa dalam menentukan batas halaman tanah air kita hendaklah
kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah
kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul
kesanggupan akan merdeka atau tidak....
Anggota
YAMIN:
....
Soal lain pula berhubung dengan tanah Papua. Memang hal ini dalam ilmu
pengetahuan, ethnologie, bahasa, geografie ada yang menyebutkan,
bahwa pulau Papua tidak masuk tanah Indonesia.Tetapi faham ini hanyalah
dilahirkan oleh orang-orang yang mengarang buku yang bersangkutan. Tetapi ada
juga faham-faham lain yang mengatakan, bahwa seluruh pulau Papua masuk
Indonesia. Perkataan “Indonesia” dibuat oleh orang yang mempunyai faham yang
mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi daerah Malaya dan Polinesia. Jadi,
dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa
tanah Papua masuk dalam daerah Indonesia....
Anggota
ABDUL KAFFAR:
....
Dalam ilmu strategi alangkah besar bagi kedua-duanya untuk menjaga sisi
masing-masing. Artinya kalau kita melihat batas kita di Timur, ke Pulau Timor,
saya setuju sekali dengan anggota yang terhormat Muh Yamin, yaitu agar pulau
itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak Indonesia baru, begitu pula
Borneo Utara, di mana terletak Serawak, dan juga negara Papua bukanlah kita bersifat
meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan....
Anggota
SOEMITRO KOLOPAKING:
....
Jikalau peperangan sudah berakhir dan kemenangan akhir telah tercapai, kita
dapat melengkapkan aturan-aturan itu menjadi aturan-aturan yang sesuai dengan
keadaan zaman pada waktu itu, dengan permintaan Indonesia merdeka ialah seluas
Indonesia-Belanda dahulu. Jikalau kemenangan akhir tercapai dan ada permintaan
yang nyata dari Malaya Selatan, Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga
ingin masuk dalam lingkungan kita, dengan senang hati mereka akan kita terima
sebagai bangsa kita di dalam Indonesia merdeka.”
Dalam
membahas masalah wilayah negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang
menyampaikan usulnya, seperti Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A.
Maramis, Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah
Indonesia Merdeka adalah Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo
Utara, Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada
sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, setelah mendengarkan pandangan dan
pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
1.
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar,
dengan ketua Ir. Soekarno.
2.
Panitia Perancang Keuangan dan
Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
3.
Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air,
dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.
Pada
tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang
yang antara lain menghasilkan kesepakatan:
1.
Membentuk Panitia Perancang “Declaration
of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.
2.
Bentuk “Unitarisme”.
3.
Kepala Negara di tangan satu orang,
yaitu Presiden.
4.
Membentuk Panitia Kecil Perancang
Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Supomo
Panitia
Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil
membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara
Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia
Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan
Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.
Pada
tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda “Pembicaraan tentang
pernyataan kemerdekaan”. Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan
acara “Pembahasan Rancangan Undang- Undang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar,
Soekarno memberikan penjelasan naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan
dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-
Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah
Undang-Undang Dasar.
Penjelasan
Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses penyusunan
Undang-Undang Dasar (Sekretariat Negara Indonesia, 1995:264).
“Paduka Tuan Ketua!
Undang-Undang Dasar negara mana pun tidak dapat dimengerti sungguh-sungguh
maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga
bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan
juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. Dengan demikian kita
dapat mengerti apa maksudnya. Undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran
apa yang menjadi dasar Undang-undang itu. Oleh karena itu, segala pembicaraan
dalam sidang ini yang mengenai rancangan- rancangan Undang-Undang Dasar ini
sangat penting oleh karena segala pembicaraan di sini menjadi material, menjadi
bahan yang historis, bahan interpretasi untuk menerangkan apa maksudnya
Undang-Undang Dasar ini.”
Naskah
Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI
tanggal 16 Juli 1945.
2.
Penetapan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sehari
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) yang menggantikan BPUPKI, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945 melaksanakan sidang. Keputusan sidang PPKI
adalah sebagai berikut:
1.
Mengesahkan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Menetapkan Ir. Soekarno sebagai
presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
3.
Membentuk Komite Nasional Indonesia
Pusat.
Ir.
Soekarno, sebagai Ketua PPKI, dalam sambutan pembukaan sidang dengan penuh
harapan mengatakan sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia,
1995:413).
“Saya minta lagi kepada Tuan-tuan sekalian,
supaya misalnya mengenai hal Undang-Undang Dasar, sedapat mungkin kita mengikuti garis-garis besar yang telah
dirancangkan oleh Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dalam sidangnya yang kedua.
Perubahan yang penting-penting saja kita adakan dalam sidang kita sekarang ini.
Urusan yang kecil-kecil hendaknya kita ke sampingkan, agar supaya kita sedapat
mungkin pada hari ini pula telah selesai dengan pekerjaan menyusun
Undang-Undang Dasar dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.”
Harapan
Soekarno di atas mendapatkan tanggapan yang sangat baik dari para anggota PPKI.
Moh. Hatta yang memimpin jalannya pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar
dapat menjalankan tugasnya dengan cepat. Proses pembahasan berlangsung dalam
suasana yang penuh rasa kekeluargaan, tanggung jawab, cermat dan teliti, dan
saling menghargai antaranggota. Pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar
menghasilkan naskah Pembukaan dan Batang Tubuh. Undang-Undang Dasar ini dikenal
dengan sebutan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui Berita Republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946, Penjelasan
Undang-Undang Dasar menjadi bagian dari Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Suasana
permufakatan dan kekeluargaan, serta kesederhanaan juga muncul pada saat
pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI mencatat sebagai
berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:445- 446).
“Anggota
OTTO ISKANDARDINATA:
Berhubung
dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan Presiden ini diselenggarakan
dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri.
(Tepuk tangan)
Ketua
SOEKARNO:
Tuan-tuan
banyak terima kasih atas kepercayaan Tuan-tuan dan dengan ini saya dipilih oleh
Tuan-tuan sekalian dengan suara bulat menjadi Presiden Republik Indonesia.
(Tepuk tangan). (Semua anggota berdiri dengan menyanyi lagu Indonesia Raya.
Sesudahnya diserukan “Hidup Bung Karno” 3x)
Anggota
OTTO ISKANDARDINATA:
Pun
untuk memilih Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang baru ini
dijalankan. Dan saya usulkan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara Indonesia.
(Tepuk tangan)
(Semua
anggota berdiri dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan
“Hidup Bung Hatta” 3x).”
B.
Arti Penting UUD
Negara Republik Indonesia bagi Bangsa dan Negara Indonesia
Coba
amati, apakah di sekolah kalian telah memiliki tata tertib sekolah? Tuliskan
hal-hal yang kalian ingat terhadap tata tertib sekolah! Bacakan tulisan kalian
di depan kelas!
Kehidupan
dalam sekolah kalian dapat diibaratkan sama dengan kehidupan suatu negara.
Keduanya memiliki peraturan. Kehidupan di sekolah diatur melalui tata tertib
sekolah. Sedangkan kehidupan dalam suatu negara diatur dengan konstitusi atau
Undang-Undang Dasar.
Setiap
bangsa yang merdeka akan membentuk suatu pola kehidupan berkelompok yang
dinamakan negara. Pola kehidupan kelompok dalam bernegara perlu diatur dalam
suatu naskah. Naskah aturan hukum yang tertinggi dalam kehidupan Negara
Republik Indonesia dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi pola dasar kehidupan
bernegara di Indonesia. Semua peraturan perundang-undangan yang dibuat di
Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Semua peraturan perundang- undangan yang dibuat di
Indonesia harus berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Sebagai
warga negara Indonesia kita patuh pada ketentuan yang terdapat dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepatuhan warga
negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan
mengarahkan kita pada kehidupan yang tertib dan teratur. Ketertiban dan
keteraturan dalam kehidupan bernegara akan mempermudah kita mencapai masyarakat
yang sejahtera.
Sebaliknya
bila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dipatuhi,
maka kehidupan bernegara kita mengarah pada ketidakharmonisan. Akibatnya bisa
terjadi perang saudara. Siapa yang dirugikan? Semua warga negara Indonesia.
Karena hal itu dapat berakibat tidak terwujudnya kesejahteraan. Bahkan mungkin
bubarnya Negara Republik Indonesia. Marilah kita berkomitmen untuk melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
C.
Peran Tokoh Perumus
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Tokoh
bangsa dan pendiri negara Indonesia merupakan putra terbaik bangsa yang memiliki
kemampuan dan visi ke depan untuk kebaikan bangsa Indonesia. Anggota BPUPKI
merupakan tokoh bangsa Indonesia dan orang-orang yang terpilih serta tepat
mewakili kelompok dan masyarakatnya pada waktu itu.
Anggota
BPUPKI telah mewakili seluruh wilayah Indonesia, suku bangsa, golongan agama,
dan pemikiran yang berkembang di masyarakat saat itu. Ada dua paham utama yang
dimiliki pendiri negara dalam sidang BPUPKI, yaitu nasionalisme dan agama.
Pendiri negara yang didasarkan pemikiran nasionalisme menginginkan negara
Indonesia yang akan dibentuk merupakan negara nasionalis atau negara
kebangsaan, sedangkan golongan agama menginginkan didasarkan salah satu agama.
Berbagai perbedaan di antara anggota BPUPKI dapat diatasi dengan sikap dan
perilaku pendiri negara yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
BPUPKI
melaksanakan sidang dengan semangat kebersamaan dan mengutamakan musyawarah dan
mufakat. Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 menyatakan, “.
. . Kita hendak mendirikan negara Indonesia, yang bisa semua harus
melakukannya. Semua buat semua!. . .” Dari pendapat Ir. Soekarno tersebut
jelas terlihat bahwa para pendiri negara berperan sangat besar dalam mendirikan
negara Indonesia, terlepas dari para pendiri negara tersebut memiliki latar
belakang suku dan agama yang berbeda.
Sidang
BPUPKI dapat terlaksana secara musyawarah dan mufakat. Hal itu dapat kamu lihat
dari pertanyaan Ketua BPUPKI, dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat dalam sidang
BPUPKI tanggal 16 Juli 1945, yaitu:
“Jadi, rancangan ini
sudah diterima semuanya. Jadi, saya ulangi lagi, Undang-Undang Dasar ini kita
terima dengan sebulat-bulatnya. Bagaimanakah Tuan-tuan? Untuk penyelesaiannya
saya minta dengan hormat yang setuju yang menerima, berdiri. (saya lihat Tuan
Yamin belum berdiri). Dengan suara bulat diterima Undang-Undang Dasar ini. Terima
kasih Tuan-tuan”.
Pertanyaan
dari ketua BPUPKI dan tanggapan dari seluruh anggota sidang BPUPKI menunjukkan
bahwa para pendiri negara telah
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi
dan golongan serta mengutamakan musyawarah mufakat dalam membuat keputusan
tentang dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Keberhasilan
bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya merupakan salah satu bukti
cinta para pahlawan terhadap bangsa dan negara. Bukti cinta yang dilandasi semangat
kebangsaan diwujudkan dengan pengorbanan jiwa dan raga segenap rakyat guna
merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah.
Dalam
Persidangan PPKI, para tokoh pendiri negara memperlihatkan kecerdasan,
kecermatan, ketelitian, tanggung jawab, rasa kekeluargaan, toleransi, dan penuh
dengan permufakatan dalam setiap pengambilan keputusan. Sikap patriotisme dan
rasa kebangsaan antara lain dapat diketahui dalam pandangan dan pemikiran
mereka yang tidak mau berkompromi dengan penjajah dan bangga sebagai bangsa
yang baru merdeka.
Setelah
kalian membaca peristiwa diatas, maka kalian secara berkelompok membuat bahan
presentasi tentang perumusan dan pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, selanjutnya presentasikan bahan tersebut di depan kelas. Apabila satu
kelompok sedang mempresentasikan bahannya, kelompok yang lain menyimak dan
memberi tanggapan.
Rangkuman
1.
Kata Kunci
Kata
kunci yang harus kalian pahami dalam mempelajari materi pada bab ini, yaitu
Konstitusi, BPUPKI, PPKI, dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2.
Intisari Materi
a. Perumusan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 oleh BPUPKI dilaksanakan dalam sidang kedua tanggal 10
sampai dengan 16 Juli 1945. BPUPKI membentuk 3 (tiga) Panitia Kecil untuk
membahas dan mempersiapkan perumusan Undang- Undang Dasar.
b.
Hasil sidang PPKI tanggal 18 Agustus
1945:
(1) Menetapkan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
(2) Memilih Ir Soekarno sebagai Presiden dan
Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden
(3) Membentuk Komite Nasional untuk membantu
Presiden
c.
Sistematika UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan adalah:
(1) Pembukaan, terdiri dari 4 alinea
(2) Batang Tubuh, terdiri dari 16 bab, 37
pasal, 4 pasal aturan peralihan, 2 ayat aturan tambahan
(3) Penjelasan, terdiri dari penjelasan umum
dan pasal demi pasal
Sedangkan sistematika setelah perubahan UUD
adalah:
(1) Pembukaan, terdiri dari 4 alinea
(2) Pasal-pasal, terdiri dari 21 bab, 73
pasal, 3 pasal aturan peralihan, 2 ayat aturan tambahan.
d. Semangat dan komitmen pendiri negara
pada perumusan dan penetapan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara
lain mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, persatuan dan kesatuan, rela
berkorban, cinta tanah air, dan musyawarah mufakat.
Selamat
Belajar Kembali Dan Sukses Selalu
Belum ada tanggapan untuk "Menumbuhkan Kesadaran Berkonstitusi, Materi PKN Kelas 7 SMP"
Post a Comment