Madrasah pada permulaan perkembangannya merupakan lembaga pendidikan yang mandiri, tanpa bimbingan dan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah memberikan perhatian kepada madrasah dan ditetapkan sebagai model dan sumber pendidikan nasional yang berdasarkan UUD 1945.
Kehadiran madrasah dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memberlakukan secara berimbang antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum dalam kegiatan pendidikan di kalangan umat Islam, atau dengan kata lain madrasah merupakan perpaduan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan kolonial.
Dengan SKB 3 menteri, Departemen melakukan usaha pemantapan struktur madrasah secara lebih menyeluruh. Sejumlah keputusan dikeluarkan untuk mengatur organisasi dan tata kerja madrasah pada semua tingkatan. Departemen Agama juga mengeluarkan peraturan tentang persamaan ijazah madrasah swasta dengan madrasah negeri. Dalam hal kurikulum dilakukan penyusunan ulang dengan menyempurnakan komposisi mata-mata pelajaran umum. Sejalan dengan SKB 3 Menteri itu, kurikulum memuat mata-mata pelajaran umum dalam jumlah yang sama dengan kurikulum sekolah pada tiap-tiap jenjangnya. Madrasah dengan demikian dapat dikatakan sebagai sekolah plus pendidikan agama.
Penyempurnaan kurikulum madrasah merupakan langkah yang dianggap paling esensial dalam merealilisasikan SKB tiga menteri. Persamaan status madrasah dengan sekolah tidak hanya tampak dalam struktur kelembagaan, tetapi dalam struktur mata pelajaran yang mengakomodasikan secara penuh kurikulum sekolah.
Implikasi SKB 3 Menteri 1975 ini bagi madrasah antara lain:
a. Aspek Lembaga. Madrasah yang dianggap sebagai lembaga pendidikan tradisional, telah berubah dan membuka peluang bagi kemungkinan siswa-siswa madrasah memasuki wilayah pekerjaan pada sektor modern. Lebih dari itu madrasah juga telah mendapat pengakuan yang lebih mantap bahwa madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasional walaupun pengelolaannya dilimpahkan pada Departemen Agama. Dan secara tidak langsung hal ini memperkuat dan memperkokoh posisi Departemen Agama dalam struktur pemerintahan, karena telah ada legitimasi politis pengelolaan madrasah.
b. Aspek Kurikulum, karena diakui sejajar dengan sekolah umum, maka komposisi kurikulum madrasah harus sama dengan sekolah, berisi mata pelajaran dengan perbandingan 70% mata pelajaran umum dan 30% pelajaran agama. Efeknya adalah bertambahnya beban yang harus dipikul oleh madrasah. Di satu pihak ia harus memperbaiki mutu pendidikan umumnya setaraf dengan standar yang berlaku di sekolah. Di lain pihak, bagaimanapun juga madrasah harus menjaga agar mutu pendidikan agamanya tetap baik.
c. Aspek Siswa. Dalam SKB 3 Menteri ditetapkan bahwa: 1) ijazah siswa madrasah mempunyai nilai sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat, 2) siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat, dan 3) lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang lebih atas.
d. Aspek Masyarakat. SKB 3 Menteri telah mengakhiri reaksi keras umat Islam yang menilai pemerintah terlalu jauh mengintervensi kependidikan Islam yang telah lama dipraktikkan umat Islam atas dasar semangat pembaruan di kalangan umat Islam. Tentunya semua ini karena madrasah adalah wujud riel dari partisipasi masyarakat (communnity participation) yang peduli pada nasib pendidikan bagi anak bangsanya. Hal ini terbukti jelas dengan prosentase madrasah yang berstatus swasta jauh lebih banyak (91%) dibandingkan dengan yang berstatus negeri (9%). Trend pengelolaan pendidikan yang semakin menitikberatkan pada peningkatan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya akan menuntut para pengelola madrasah agar mampu terlepas dari berbagai ketergantungan. Dengan kembali pada khithah madrasah sebagai lembaga pendidikan berbasis masyarakat (community based education), maka madrasah hanya tinggal maju satu tahap ke depan yakni memberdayakan partisipasi masyarakat agar lebih efektif dan efisien. Untuk menunjang suksesnya pendidikan berbasis masyarakat, maka peranan masyarakat sangat besar sekali. Masyarakat sebagai obyek pendidikan sekaligus juga akan menjadi subyek pendidikan. Sebagai obyek pendidikan, masyarakat merupakan sasaran garapan dari dunia pendidikan dan sebagai subyek pendidikan, masyarakat berhak mendesain model pendidikan sesuai dengan potensi dan harapan yang diinginkan oleh masyarakat setempat. Lebih dari itu sebagai subyek pendidikan, masyarakat juga bertanggungjawab terhadap prospek, termasuk dana pendidikan.
SKB 3 Menteri juga memberi implikasi bagi pendidikan umum yaitu:
a. Pendidikan umum bukan satu-satunya pendidikan unggulan yang mesti menjadi prioritas utama pemerintah, dengan meninggalkan pendidikan agama.
b. Memberi banyak pilihan bagi setiap warga negara Indonesia terhadap lembaga pendidikan yang ada, karena pendidikan tidak dimonopoli satu bentuk pendidikan saja.
Adanya upaya untuk menyetarakan pendidikan madrasah dengan sekolah-sekolah negeri, maka kurikulum madrasah diarahkan kepada kurikulum nasional yang diselengarakan untuk sekolah-sekolah pemerintah. Dengan kata lain, terjadi arus sentralisi kurikulum. Praktis pendidikan di madrasah tentunya mempunyai nilai-nilai yang positif. Dengan demikian, perkembangan madrasah memiliki landasan yuridis formal dimana:
a. Sebagai menifestasi realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam.
b. Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum.
c. Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka.
d. Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilaksanakan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil kulturasi.
Komponen-komponen kurikulum madrasah yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Komponen akademik. Di dalam komponen tersebut yang ditekankan ialah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bahasa Inggris sebagai bahasa dunia. Penguasaan terhadap komponen-komponen ini memang dirasakan yang tertinggal dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum. Di dalam hal ini perlu disusun suatu rencana yang konkrit bagaimana meningkatkan kondisi yang ada serta mempersiapkan perbaikan yang berkesinambungan. Di dalam kaitan tersebut, unsur yang paling penting ialah mutu guru untuk bidang-bidang tersebut. Di dalam pelaksanaan otonomi daerah, tenaga-tenaga pendidik tersebut diadakan pada tingkat daerah dengan kerja sama lembaga pendidikan tinggi yang berada dalam daerah serta lembaga-lembaga peningkatan kemampuan profesi guru yang ada di daerah.
b. Kebutuhan masyarakat. Madrasah yang lahir dari dan untuk masyarakat harus tetap memperhatikan kebutuhan yang nyata dari masyarakat sebagai pemilik lembaga pendidikan tersebut. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan masyarakat lokal, nasional, regional, dan global.
c. Mempertahankan ciri khas madrasah. Komponen inilah yang merupakan komponen yang sangat penting yang harus diperhatikan. Ciri khas madrasah lebih dari hanya sekedar penyajian mata pelajaran agama. Komponen-komponen kurikulum madrasah tentunya berkaitan dengan peninjauan kembali kurikulum nasional yang telah harus direvisi dan menampung kebutuhan masyarakat sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Kurikulum nasional yang dirasakan sangat kaku perlu direformasi dan hanya merupakan petunjuk-petunjuk umum yang tidak mengikat karena perlu disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Pembidangan fungsional dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pada madrasah berdasarkan SKB 3 Menteri tersebut dilakukan pembagian tugas pembinaan sebagai berikut:
a. Pengelolaan madrasah dilakukan Menteri Agama.
b. Pembinaan pelajaran Agama dilakukan oleh Menteri Agama.
c. Pembinaan dan pengawasan mutu pelajaran umum dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama-sama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.
Adapun bantuan pemerintah dalam rangka peningkatan mutu madrasah meliputi:
a. Dalam bidang pengajaran umum dengan mengadakan buku-buku mata pelajaran pokok dan alat pendidikan lainnya.
b. Dalam bidang sarana fisik dengan melakukan penataran dan perbantuan pengajar.
c. Dalam bidang sarana fisik dengan pembangunan gedung sekolah. Sedangkan pelaksanaan pembantuan tersebut di atas diatur bersama-sama oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri. Beban anggaran dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam SKB 3 menteri tersebut di atas, dibebankan kepada anggaran Departemen Agama, sedangkan yang berupa bantuan dibebankan kepada anggaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Dalam Negeri.[
Sejumlah upaya di atas mengambarkan bahwa pendidikan agama makin memperoleh tempat yang kokoh dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya. Dalam sidang-sidang MPR yang menyusun GBHN pada tahun 1973-1978 selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua tingkat (jenjang) pendidikan. Dalam GBHN itu dirumuskan sebagai berikut:
Bahwa bangsa dan pemerintah lndonesia bercita-cita menuju kepada apa yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia indonesia dan masyarakat indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang material dan spiritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan seperti tersebut di atas menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama.
Akhir dekade 1980-an dunia pendidikan Islam memasuki era integarsi karena lahirnya UU Nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Implikasi dari UUSPN terhadap pendidikan madrasah dapat diamati pada kurikulum dari semua jenjang madrasah, mulai dari Ibtidaiyah, Tsanawiyah, sampai dengan Aliyah. Secara umum, penjenjangan itu pun paralel dengan penjenjang pada pendidikan sekolah, mulai dari sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sampai dengan sekolah menengah umum. Di bawah ketentuan yang terintegrasi itu, madrasah ibtidayah pada dasarnya adalah ’’sekolah dasar berciri khas Islam’’ madrasah Tsanawiyah adalah ‘’sekolah lanjutan tingkat pertama berciri khas Islam’’ kedua-duanya, MI dan MTs, termasuk dalam kategori pendidikan dasar. Sedangkan madrasah Aliyah pada dasarnya dikategorikan sebagai’’sekolah menengah umum berciri khas Islam.’’ Kenyataan di atas dapat dilihat dengan adanya keputusan Menteri Agama RI nomor 372 tahun 1993 tentang kurikulum pendidikan dasar berciri khas agama Islam.
Sedangkan kurikulum Madrasah Aliyah telah dikeluarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Aliyah. Dalam ketentuan ini, isi kurikulum terdiri dari dua program pengajaran khusus sebagaimana berlaku dalam sekolah menengah umum.
Demikian pula dengan keluarnya Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) tahun 2003, menyebutkan bahwa pasal 17 ayat (2) menyebutkan pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan madrasah Tsanawiyah dan bentuk lain yang sederajat. Sedangkan pasal 18 ayat (3) pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) dan bentuk lain yang sederajat.
Posisi integrasi pendidikan nasional bagi pendidikan agama tercermin dalam beberapa aspek, yaitu:
a. Merupakan aspek yang paling penting-pendidikan nasional menjadikan agama sebagai salah satu muatan wajib dalam semua jalur dan jenis pendidikan.
b. Dalam sistem pendidikan nasional, madrasah dengan sendirinya dimasukkan ke dalam kategori pendidikan jalur sekolah. Dengan kebijakan ini dapat dikatakan bahwa madrasah pada hakekatnya adalah sekolah.
c. Meskipun madrasah diberi status pendidikan sekolah, tetapi sesuai dengan jenis keagamaan dalam sistem pendidikan nasional, madrasah memiliki jurusan-jurusan khusus ilmu-ilmu syariah.
Memperhatikan perkembangan pendidikan Islam Indonesia dewasa ini, maka SKB 3 Menteri sebagai tonggak penyatuan pendidikan agama dalam pendidikan nasional telah memberikan pengaruh yang demikian besar terhadap kebijakan pemerintah mengenai pendidikan agama.
SKB 3 Menteri secara umum memiliki pengaruh positif dan negatif bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia.
a. Dampak Positif
1) Lulusan/tamatan SD bisa meneruskan ke MTS dan lulusan/tamatan MI bisa meneruskan ke SMP.
2) Lulusan/tamatan MTs bisa meneruskan ke SMA/SMK dan meneruskan sekolah SMP bisa bisa meneruskan ke MA.
3) Tamatan MA bisa bisa meneruskan ke Universitas Umum dan tamatan SMA/SMK bisa bisa meneruskan ke IAIN/STAIN.
4) Dari SD bisa pindah sekolah ke MI dan sebaliknya. Dari MTs bisa pindah sekolah ke SMP dan sebaliknya. Dari SMA/SMK bisa pindah sekolah ke MA dan bisa melamar ke Instansi Pemerintah baik DEPAG maupun Instansi Umum lainnya.
b. Dampak Negatif
1) Kurangnya motivasi dari Madrasah dan Pesantren mendalami pendidikan agama, karena biasanya sudah dipengaruhi oleh bidang studi yang di Ujian Nasional-kan.
2) IAIN sudah sedikit waktu untuk mendapatkan input penguasaan kitab kuning.
3) Belum semua Madrasah memiliki gedung/lokal sendiri (masih menumpang) Belum semua Madrasah memiliki guru bidang studi (umum).
4) Guru madrasah masih sangat kurang dibandingkan sekolah umum (30% dari kebutuhan yang sebenarnya).
SKB 3 Menteri sudah mendatangkan kelegaan yang merata di kalangan madrasah, dan telah menjadikan kedudukan madrasah menjadi lebih mantap dan lebih terjamin. Tetapi hal demikian tidak berarti, bahwa pelaksanaan selanjutnya akan dapat berjalan tanpa problema-problema yang beberapa di antaranya, hanya dapat diatasi dengan kerja tekun serta senantiasa memelihara sikap sabar dan bijaksana. Ada dua persoalan penting, yaitu pertama, kurikulum dan peningkatan mutu serta kedua, menyediakan tenaga pengajar. Persoalan penyusunan kurikulum senantiasa harus memperhatikan kurikulum agama yang akan digunakan oleh madrasah-madrasah terutama madrasah swasta. Persoalan tenaga pengajar merupakan bagian yang paling menentukan, tetapi juga yang paling sulit mengatasinya dalam problem meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah. Terutama guru-guru berbagai mata pelajaran umum, yang melihat besarnya jumlah madrasah yang kurang memadai fasilitasnya. Tidak hanya itu, guru-guru mata pelajaran agama pun memerlukan penanganan yang serius dan bersifat kontinyu. Dengan demikian, SKB Tiga Menteri tetap masih menyisakan permasalahan kompleks yang perlu diselesaikan di masa-masa yang akan datang.
Belum ada tanggapan untuk "Pengaruh Kebijakan Pemerintah Melalui SKB 3 Menteri Terhadap Eksistensi Madrasah"
Post a Comment