Otonomi Daerah dan Otonomi Pendidikan

Salam Cerdas.....

Menurut Poerwadarminto otonomi daerah artinya hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumusan otonomi menurut UU No. 22 Tahun 1999 pasal 1 huruf (h) dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk membangun, mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bahkan dalam penjelasan UU No. 22 Tahun 1999 tersebut, juga menyatakan bahwa otonomi luas adalah keluasan daerah untuk menyelenggarakan pemerintah yang mencakup kewenangan di bidang politik, ekonomi, dan sosial mulai perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi.

Salah satu tuntutan gerakan reformasi pada tahun 1998 ialah diadakannya reformasi dalam bidang pendidikan. Tuntutan reformasi yang amat penting adalah demokratisasi dan desentralisasi (otonomi Daerah). Hal ini dapat ditanggapi dalam dua segi yaitu pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otonomi Daerah). Hal ini berarti peranan pemerintah dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat, demikian peranan pemerintah pusat yang bersifat sentralistis yang berlangsung selama 50 tahun lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi.

Awal Tahun 2001 digulirkanlah otonomi daerah yang mengacu pada dua undang-undang, yaitu Undang-undang Nomor 22 dan  Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah.[3] Dalam konsepsinya, otonomi daerah adalah konsep otonomi pembangunan yang diserahkan kepada pemerintah daerah. Meskipun demikian, konsep otonomi yang dipilih adalah otonomi pembangunan yang dikembangkan dalam semangat negara kesatuan Republik Indonesia. Hal ini telah menjadi kesadaran bagi pemerintah pusat bahwa penting membangun bangsa melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih adil berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Namun, masalah kemampuan daerah menunjukkan adanya ketidaksamaan, sehingga bagaimana pun otonomi daerah telah diperkirakan akan memberikan dampak negatif di samping adanya pula dampak positif, secara bijak itu dapat dimaknai sebagai sunnatullah. 

Dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), dinyatakan bahwa ada tiga tantangan besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, yaitu, (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai, (2) mempersiapkan sumber daya  manusia yang kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja global, dan (3) sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman, memperhatikan kebutuhan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Dalam menyukseskan tujuan tersebut, maka kebijakan di bidang pendidikan juga mengikuti perubahan yang signifikan dari pola sentralisasi ke desentralisasi.

Seiring dengan persoalan di atas, maka pendidikan merupakan salah satu sektor yang termasuk sektor pelayanan dasar yang mengalami perubahan secara mendasar dengan dilaksakannya otonomi daerah dan desentralisasi fiscal, baik dari birokrasi kewenangan penyelenggaraan pendidikan maupun dari aspek pendanaannya. Atau dengan kata lain, desentralisasi pendidikan merupakan bagian dari kerangka otonomi daerah yang berimplikasi pada perimbangan keuangan pusat-daerah.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Otonomi Daerah dan Otonomi Pendidikan"

Post a Comment