Salam
cerdas…..
a. Ki Hajar Dewantoro
Ki Hajar Dewantoro adalah Bapak
Pendidikan Nasional Indonesia yang banyak mengkonsep sistem pendidikan nasional
pada masa awal kemerdekaan. Visi, misi dan tujuan pendidikan yang digagas oleh
Ki Hajar Dewantoro adalah bahwa pendidikan sebagai alat perjuangan untuk
mengangkat harkat, martabat dan kemajuan umat manusia secara universal.
Sehingga mereka mampu berdiri kokoh sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang
telah maju dan tetap berpijak kepada identitas dirinya sebagai bangsa yang
telah memiliki peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain.
Selanjutnya Ki Hajar Dewantoro juga
menginginkan agar pendidikan yang diberikan kepada bangsa Indonesia adalah
pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman, yaitu pendidikan yang dapat
membawa kemajuan bagi peserta didik. Ungkapan ini merupakan respon dari adanya
pendidikan yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada rakyat kita, yaitu
pendidikan yang mengajarkan hal-hal yang sulit dipelajari tetapi tidak
berfungsi untuk masa depan.
b. Hasyim Asy’ari
Gagasan Hasyim Asy’ari adalah bahwa
untuk berjuang mewujudkan cita-cita nasional termasuk dalam bidang pendidikan,
diperlukan wadah berupa organisasi pada tahun 1926 ia mendirikan Jam’iyah
Nahdlatul Ulama, dalam organisasi ini Hasyim Asy’ari berjuang membina dan
menggerakkan masyarakat melalui pendidikan. Beliau juga mendirikan pondok
pesantren sebagai basis pendidikan dan perjuangan melawan Belanda.
c. K.H. Ahmad Dahlan
Selain itu, Ahmad Dahlan juga
berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang diperlukan untuk mencapai kehidupan dunia. Oleh karena itu,
pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat
dimana siswa itu hidup. Dengan pendapatnya yang demikian itu, sesungguhnya
Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan
yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan
perkembangan zaman.
Ahmad Dahlan sadar, bahwa tingkat
partisipasi muslim yang rendah dalam sektor-sektor pemerintahan itu karena
kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi muslim untuk masuk.
Berkaitan dengan kenyataan serupa ini, maka Ahmad Dahlan berusaha
memperbaikinya dengan memberikan pencerahan tentang pentingnya pendidikan yang
sesuai perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan masalah ini
Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat al-Ra’d yang artinya: Sesungguhnya Tuhan
tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada
pada diri mereka.
Upaya mewujudkan visi, misi dan
tujuan pendidikan sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan lebih lanjut
melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikannya. Salah satu kegiatan atau
program unggulan organisasi ini adalah bidang pendidikan. Sekolah Muhammadiyah
yang pertama berdiri satu tahun sebelum Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi
berdiri. Pada tahun 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah madrasah yang
diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum muslimin terhadap pendidikan agama dan
pada saat yang sama bisa memberikan mata pelajaran umum.
Indonesia di era Soekarno (Orde Lama), merupakan negara
yang sarat dengan cita-cita sosialisme. Cita-cita sosialisme ini termasuk juga
dalam bidang pendidikan. Statuta Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1951
sangat tegas menyatakan bahwa tujuan UGM adalah menyokong sosialisme
pendidikan. Namun pada tahun 1992, di bawah kekuasaan Orde Baru, statuta ini
diganti dengan banyak perubahan pada isinya di mana salah satu perubahannya
adalah menghilangkan pasal mengenai tujuan menyokong sosialisme pendidikan
Indonesia. Indonesia pada era tersebut sangat mendukung pendidikan sebagai satu
alat akselarasi masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur sesuai cita-cita
UUD 1945. Indonesia bahkan mampu mengekspor guru ke negara tetangga,
menyekolahkan ribuan mahasiswa ke luar negeri, dan menyebarkan
mahasiswa-mahasiswa ke seluruh penjuru negeri untuk mengatasi buta huruf. Tahun
1960-an terjadi peningkatan luar biasa perguruan-perguruan tinggi yang
sekaligus berarti peningkatan jumlah mahasiswa dan pelajar di seluruh negeri.
Tenaga-tenaga pengajar diupah dengan layak, bahkan menjadi primadona pekerjaan
bagi rakyat. Semangat antikolonialisme setelah lepas dari kolonialisme Belanda
dan Jepang diejawantahkan dengan semangat membangun sosialisme, termasuk dalam
hal pendidikan. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk
belajar di perguruan tinggi atau sekolah. Diskriminasi dianggap sebagai
tindakan kolonialis (seperti dilakukan kolonial Belanda).
Orde Lama merupakan satu fase yang mirip dengan fase
pascarevolusi demokratik di Prancis pada 1789. Saat itu di mana-mana muncul
semangat egalitarianisme yang mengejawantah dalam masyarakat.
Panggilan-panggilan terhadap orang, baik yang sudah berumur maupun belum,
disamaratakan dengan sebutan “bung”. “Bung” merupakan pengganti sebutan orang yang tidak
mengenal strata kelas, status, dan umur. Semangat ini merupakan refleksi
masyarakat terhadap kolonialisme yang membuat masyarakat berkasta-kasta
berdasarkan warna kulit, agama, dan asal daerah. Inilah orde di mana semua
orang merasa sejajar, tanpa dibedakan warna kulit, keturunan, agama, dan
sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan. Orde Lama berusaha membangun
masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan
kewajiban antara sesama warga negara termasuk dalam bidang pendidikan. Inilah
amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional
adalah mencerdaskan bangsa. Di dalam kampus muncul kebebasan akademis yang luar
biasa, ditandai dengan fragmentasi politik yang begitu hebat di kalangan
mahasiswa. Mahasiswa bebas berorganisasi sesuai dengan pilihan atau
keinginannya. Kebebasan berpendapat, memang sempat muncul juga pembredelan pers
oleh Soekarno, namun relatif lebih baik dibandingkan masa Orde Baru yang pada
suatu waktu (setelah peristiwa demonstrasi mahasiswa 1978) pernah membredel 15
media massa sekaligus. Inilah salah satu era keemasan bagi gagasan
dan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Belum ada tanggapan untuk "Tokoh Pemikir Pendidikan Klasik Indonesia Pada Masa Orde Lama"
Post a Comment